ANTARA NEGARAWAN KSATRIA DAN KSATRIA KETAKUTAN

Gambar hanya ilustrasi


Salahkah kita memiliki ambisi dalam hidup ini ?
Salahkah kita saat berkeinginan memimpin ?
Salahkah kita memiliki hasrat dan keinginan ?

Telah jelas dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 menyatakan bahwa Manusia di Ciptakan sebagai Khalifah. Jika kita beribicara tentang khalifah tentu kita akan teringat akan Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar Bin Khattab, Khalifah Usman Bin Affan serta Khalifah Ali Bin Abu Thalib. Yang jika kita ringkas menjadi sebuah hal sederhana bahwa mereka adalah pemimpin, yang berkaitan dengan Jabatan keumatan. Jabatan adalah amanah itulah pesan Nabi Muhammad kepada kita sebagai Umatnya dan kelak akan di mintai pertanggungjawabkan oleh Allah SWT.

2 hari terakhir jagad media sosial di Negeri nan Jauh disana terutama Facebook dan Instagram di ramaikan dengan sebuah hal yang sepatutnya tidak pas menurut penulis untuk di lakukan dimana seorang Gubernur di Halangi oleh pengawal raja, padahal sang Gubernur berhak untuk memberikan Ucapan selamat kepada Rakyatnya akan prestasi perang yang telah mereka menangkan. Dan menurut hemat penulis alasan tidak Irrasional, hanya karena Sang Gubernur tidak ada dalam daftar Hadir yang di tuliskan oleh panitia penyambutan sang pahlawan perang. Padahal Sang Gubernur adalah panglima tertinggi dalam TIM PRAJURIT tersebut.

lalu apa hubugannya dengan ambisi menjadi seorang pemimpin. Bolehkah Berambisi menjadi seorang pemimpin. Bukankah kita tidak boleh memberikan Jabatan kepada orang yang meminta.
Penulis akan mencoba menganalisa terkait tentang ambisi menjadi seorang pemimpin. Dalam dunia Demokrasi termasuk di dalamnya Indonesia pemilihan pemimpin di tentukan oleh pemilihan secara langsung oleh Konstituen sehingga secara tidak langsung sebagai seorang calon pemimpin harus memarketing dirinya sehingga dapat dikenal oleh Konstituennya dan mereka berahrap dapat di pilih. Sehingga jangan heran ketika menjelang pemilihan umum banyak sekali yang datang ke Masyarakat untuk meminta dukungan, dan ini sudah lepas sekali dengan pesan islam dalam memilih pemimpin untuk tidak memberikan jabatan pemerintahan kepada orang yang meminta dan berambisi. Menurut hemat penulis di satu sisi Islam sangat di untungkan ketika umat Islam bersatu tidak terkotak kotakkan oleh pengaruh bendera Organisasi dan bendera partai. Ketika ada pemimpin Islam yang tulus untuk pengabdian tetapi tidak ingin di katakan sebagai seorang yang meminta Jabatan sehingga tidak mau hadir dalam berkiprah dalam dunia politik dan pemerintahan, apalagi jika mengatakan aku tidak peduli politik karena sistem ini bukanlah sistem Umat Islam maka menurut penulis ini merupakan hal yang agak keliru. Karena Umat Islam tidak boleh antipati terhadap politik. Ingat pesan yang di sampaikan oleh Berthold Brecht, seorang berkebangsaan Jerman “Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional yang menguras kekayaan negeri”. Sekali lagi menurut hemat penulis Umat Islamn harus bersatu bahu membahu untuk memenangkan politik Negeri ini jangan mau untuk di pecah belah oleh OKNUM yang mengaku beragama atau mereka yang berfikiran ingin menghancurkan umat Islam. Di lain hal menurut hemat penulis melalui politik dan memilih pemimpin muslimlah Umat Islam akan leluasa menjalankan Syariat Islam di Negara Demokrasi. Penulis ingin mengingatkan pembaca terhadap pesan Bung Karno (Tokoh yang hingga saat ini masih berpengaruh besar dan penulis rasa memiliki pengikut yang masih banyak) pernah berujar dalam pidatonya 1 Juni 1945 ‘Hai orang Islam. Jika ingin di Indonesia ini diterapkan hukum-hukum Islam, maka mari rebutlah kursi-kursi di pemerintahan agar kalian bisa menerapkan hukum-hukum yang mendukung syariat Islam. Sebaliknya, hai kamu orang Kristen semua. Kalau kamu ingin di Indonesia ini ada letter-letter Kristen di dalam pembuatan hukum, rebutlah kursi kepemimpinan agar pemimpin itu di Dewan Perwakilan Rakyat mengarahkan nilai-nilai Kristen.' Di kutip dari pemaparan Prof. DR. Mahfud MD., SH dalam program diskusi di TV One pada 14 Februari 2018.
Jika berkaca dari Jumlah Umat Islam seyogyanya ini adalah peluang untuk menguasai pemerintahan dalam rangka mewujudkan tercapainya nilai-nilai Islam dalam berkehidupan berbangsa dan Bernegara dengan lebih leluasa. Contoh ketika DKI Jakarta di pimpin oleh Insya Allah orang yang amaanah bagaimana Alexis Hotel hanya dengan modal tanda tangan sang Gubernur Alenxis Hotel tidak lagi beroprasi secara utuh karena di cabut beberapa izin usahanya. Bandingkan ketika dulu ketika di pimpin oleh penguasa yang tidak pro terhadap syariat Islam perlu berapa kali umat Islam melaksanakan aksi turun ke jalan untuk mendesak penutupan Alexis Hotel dan hasilnya kurang Maximal. Sekali lagi bandingkan dengan Tanda tangan pemimpin islam yang hanya 1 Orang mampu menutup kehendak orang banyak yang mengingkan tempat semacam itu di berangus karena akan merusak kehidupan sosial masyarakat.

Kembali ke masalah ambisi sebagai tema sentral pembicaraan ini. Di Negara Demokrasi semacam ini Menurut Hemat penulis kita sebagai Umat Islam harus memiliki ambisi untuk memipin guna membuka jalan dakwah Islam di Negara Demokrasi. Umat Islam harus merebut Kekuasaan. Dan di Negara Indonesia ini hanya umat Islam yang akan mampu menyelamatkannya dari terpaan berbagai macam tantangan, baik tantangan perpecahan, ataupun tantangan Komunisme dimana secara umum mereka menganggap tuhan adalah candu yang tidak seharusnya menjadi rujukan utama. Bagaimana persatuan umat Islam ini dapat menghasilkan pemimpin, sebuah Anekdok dari sebuah Seminar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Banjarmasin dimana salah satu Narasumber Prof. DR. Ahmad Alim  Bachri, SE., M.Si bahwa “memilih presiden Indonesia itu gampang dan tidak akan terjadi perpecahan adalah dengan cara bergantian antara Ormas Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Jika periode ini Muhammadiyah presidennya maka Nahdhatul Ulama Wakil presidennya dan periode selanjutnya bergantian Nahdhatul Ulama presiden dan Muhammadiyah Wakil presiden”.  Sebenarnya ini buka anekdok yang mengatakan pilihan hanya dari kedua Ormas tersebut melainkan adalah pesan untuk umat Islam Bersatu untuk menjalankan Syariat Islam di tengah Negara Demokrasi.

Dengan hal tersebut maka akan lagi ANTARA KSATRIA  NEGERAWAN KSATRIA  KETAKUTAN tidak akan lagi muncul, yang ada hanya akan muncul Kestarian Negarawan yang hanya berbicara kemaslahtan umat bukan ketakutan karena kekhawatiran akan kalah dalam persaingan


Banjarmasin 19 Februari 2018



@el_mas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@templatesyard